Minggu, 26 Mei 2013

Solusi? Yes! Tersangka? No!


Solusi? Yes! Tersangka? No!
Oleh : Risa Saiza


Abad semakin maju dan zaman semakin berkembang. Perkembangan ini membuat dunia semakin bersaing untuk lebih maju, berkembang, bermutu, dan mandiri. Setiap negara berpacu menjadi yang terbaik dalam segala aspek. Indonesia menjadi salah satu negara yang turut andil dalam pacuan ini.
Pendidikan menjadi aspek utama atau induk dari semua aspek yang mengikutinya. Semakin bagus pendidikan suatu bangsa, semakin bagus pula rancangan aspek sosial, budaya, politik serta ekonomi karena dipengaruhi pola pikir hasil asahan dunia pendidikan.
Pentingnya pendidikan membuat pemerintah harus merancang berbagai sistem untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu pendidikan, baik dari sarana maupun prasarana. Mulai dari perubahan kurikulum yang begitu signifikan tanpa adanya pembakuan kurikulum, peningkatan mutu pendidikan pendidik (guru), sampai sistem Ujian Nasional yang mencekik ketakutan anak bangsa.
Pertama, kita akan mengkaji kurikulum yang belum memiliki pembakuan. Di Indonesia terjadinya perubahan kepengurusan, maka berubah pula sistem dan rancangan. Indonesia tidak membakukan sistem lama dan menambahkan unsur baru pada pemerintahan yang baru, namun cenderung membongkar yang lama dan menciptakan yang baru, sehingga terkesan sibuk bongkar pasang tanpa mencerna hasil yang ingin dicapai. Kita tilik dari kurikulum 1994, KBK, kemudian KTSP, Kurikulum Berkarakter, dan sekarang kembali muncul isu perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013. Tujuan semua rancangan yang ditetapkan sama, yaitu meningkatkan mutu pendidikan. Lalu bagaimana sebuah tujuan dari setiap kurikulum itu akan tercapai jika satu rancangan saja belum sempurna tersosialisasi sudah terjadi pembaharuan kembali.
Pihak yang terkait harus lebih membuka mata terhadap hal ini. Tidak hanya melihat kemajuan di perkotaan yang sarana dan prasarananya lebih memadai dan lebih mudah tersosialisasi. Mereka yang berada di daerah terpencil juga membutuhkan sosialisasi yang mendalam terhadap berbagai sistem baru yang diterapkan karena mereka juga harus menyesuaikan pula dengan kondisi dan situasi pendidikan di sana, baik dari segi siswanya, segi lingkungannya, maupun dari segi kualitas pembangunannya.
Selanjutnya kita melaju kepada guru. Untuk meningkatkan mutu peserta didik, guru turut pula dipacu mutunya. Berbagai penataran, seminar, pelatihan wajib diikuti guru. Berbagai tes, ujian, dan syarat seorang guru diikuti untuk menjadi guru yang profesional. Namun upaya ini harus lebih ditingkatkan agar guru-guru terus menjadi lebih baik dan meningkat mutunya.
Terakhir kita beralih kepada UN yang menjadi topik terheboh disetiap tahunnya. Anak-anak bersekolah sejak dini dan diajarkan dari cara mengenal huruf sampai kepada ilmu yang berwawasan lebih luas. Tidak bisa dipungkiri, guru merupakan dalang dari ilmu-ilmu yang diterima sang siswa. Guru berperan penting dalam pengembangan wawasan si anak. Bertahun-tahun ia bersekolah, guru mengajarkan berbagai hal yang telah ditetapkan oleh kurikulum dalam acuan nasional. Tujuan guru semuanya sama, hanya ingin anak didiknya mampu menguasai ilmu tersebut dan dapat mengapresiasikannya dalam kehidupan, kemudian bisa lulus dengan membanggakan sehingga dapat menjadi anak-anak yang dapat memajukan diri sendiri,keluarga, saudara,lingkungan,dan bangsa. Guru akan memberikan ilmu apapun yang ia miliki, namun tidak meminta sepeserpun apa yang telah diraih oleh anak didiknya ketika ia sukses. Tapi sangat disayangkan, saat ini rasa hormat terhadap seorang pendidik semakin berkurang. Terlebih bila hal ini menyangkut UN.
Pada masa-masa awal sekolah guru tidak henti membangun dan menyadarkan siswa-siswanya terhadap rintangan yang akan dihadapinya beberapa tahun yang akan datang. Guru terus membimbing, membina dan mengembangkan semangat serta potensi anak didiknya untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk dalam perjalanan meraih ilmunya. Namun amat disayangkan, ketika seorang anak tetap lalai dan tidak mau berusaha walau berkali-kali dirangkul oleh gurunya, guru dijadikan tersangka pertama dalam kegagalan ini. Mungkin mereka lupa, bahwa masih ada kesadaran diri sendiri, orang tua, saudara, teman-teman, dan juga lingkungan yang turut berperan penting dalam kesuksesan seseorang. Jelas semuanya berperan, tidak hanya terfokus pada guru dan sekolah saja.
Hal yang selama ini dilupakan adalah bahwa guru juga hanyalah manusia biasa. Guru tidak dapat merubah segala sesuatunya hanya dengan simsalabim, demikian pula dengan kesuksesan si anak. Try out telah dilakukan berulang-ulang, soal-soal latihan telah dikerjakan bersama, motivasi dan dorongan terus dilakukan, transfer ilmu dengan berbagai materi dan praktek juga dilakukan.  Namun tetap guru menjadi tersangka kegagalan si anak tanpa melihat pada aspek lainnya.
Masalah ini tidak akan selesai jika kita hanya melihat dari sisi negatif dan hanya mampu menyalahkan tanpa melihat unsur-unsur positif. Alangkah lebih bijaknya jika kita sama-sama kembali terus mempersiapkan diri dan mengingat kembali setiap petuah yang telah diberikan. Tidak menyia-nyiakan berhari-hari yang masih bisa dilalui sebelum menghadapi UN, karena setiap pihak bertanggung jawab dalam hal ini. Pemerintah, sekolah, keluarga, dan kesadaran diri sangat menentukan kemajuan dan kesuksesan tujuan sistem yang sudah ditetapkan.
Hal lain yang masih menjadi penghambat yaitu skill. Jika kita menekankan seseorang harus bisa terhadap hal yang tidak disukainya, akan menyulitkan anak tersebut menguasai pelajaran tersebut. Sebagai solusi, kita lihat pendidikan di beberapa negara luar yang lebih mengutamakan skill dari pada ijazah sehingga si anak sejak dini telah memperoleh pendidikan untuk mengembangkan bakatnya serta dapat sukses sesuai kemampuan dan minatnya sendiri tanpa tekanan, ketakutan, dan paksaan. Jadi, jika kita tidak mampu menolak sistem yang telah ditetapkan, marilah kita membantu menciptakan kesuksesan tujuan pendidikan itu sendiri demi meningkatkan mutu generasi bangsa yang berjiwa jujur, cerdas, dan berakhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar