Solusi?
Yes! Tersangka? No!
Oleh
: Risa Saiza
Abad
semakin maju dan zaman semakin berkembang. Perkembangan ini membuat dunia
semakin bersaing untuk lebih maju, berkembang, bermutu, dan mandiri. Setiap
negara berpacu menjadi yang terbaik dalam segala aspek. Indonesia menjadi salah
satu negara yang turut andil dalam pacuan ini.
Pendidikan
menjadi aspek utama atau induk dari semua aspek yang mengikutinya. Semakin
bagus pendidikan suatu bangsa, semakin bagus pula rancangan aspek sosial,
budaya, politik serta ekonomi karena dipengaruhi pola pikir hasil asahan dunia
pendidikan.
Pentingnya
pendidikan membuat pemerintah harus merancang berbagai sistem untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu pendidikan, baik dari sarana maupun
prasarana. Mulai dari perubahan kurikulum yang begitu signifikan tanpa adanya
pembakuan kurikulum, peningkatan mutu pendidikan pendidik (guru), sampai sistem
Ujian Nasional yang mencekik ketakutan anak bangsa.
Pertama,
kita akan mengkaji kurikulum yang belum memiliki pembakuan. Di Indonesia
terjadinya perubahan kepengurusan, maka berubah pula sistem dan rancangan.
Indonesia tidak membakukan sistem lama dan menambahkan unsur baru pada
pemerintahan yang baru, namun cenderung membongkar yang lama dan menciptakan
yang baru, sehingga terkesan sibuk bongkar pasang tanpa mencerna hasil yang
ingin dicapai. Kita tilik dari kurikulum 1994, KBK, kemudian KTSP, Kurikulum
Berkarakter, dan sekarang kembali muncul isu perubahan kurikulum menjadi
kurikulum 2013. Tujuan semua rancangan yang ditetapkan sama, yaitu meningkatkan
mutu pendidikan. Lalu bagaimana sebuah tujuan dari setiap kurikulum itu akan
tercapai jika satu rancangan saja belum sempurna tersosialisasi sudah terjadi
pembaharuan kembali.
Pihak
yang terkait harus lebih membuka mata terhadap hal ini. Tidak hanya melihat
kemajuan di perkotaan yang sarana dan prasarananya lebih memadai dan lebih
mudah tersosialisasi. Mereka yang berada di daerah terpencil juga membutuhkan
sosialisasi yang mendalam terhadap berbagai sistem baru yang diterapkan karena
mereka juga harus menyesuaikan pula dengan kondisi dan situasi pendidikan di
sana, baik dari segi siswanya, segi lingkungannya, maupun dari segi kualitas
pembangunannya.
Selanjutnya
kita melaju kepada guru. Untuk meningkatkan mutu peserta didik, guru turut pula
dipacu mutunya. Berbagai penataran, seminar, pelatihan wajib diikuti guru.
Berbagai tes, ujian, dan syarat seorang guru diikuti untuk menjadi guru yang
profesional. Namun upaya ini harus lebih ditingkatkan agar guru-guru terus
menjadi lebih baik dan meningkat mutunya.
Terakhir
kita beralih kepada UN yang menjadi topik terheboh disetiap tahunnya. Anak-anak
bersekolah sejak dini dan diajarkan dari cara mengenal huruf sampai kepada ilmu
yang berwawasan lebih luas. Tidak bisa dipungkiri, guru merupakan dalang dari
ilmu-ilmu yang diterima sang siswa. Guru berperan penting dalam pengembangan
wawasan si anak. Bertahun-tahun ia bersekolah, guru mengajarkan berbagai hal
yang telah ditetapkan oleh kurikulum dalam acuan nasional. Tujuan guru semuanya
sama, hanya ingin anak didiknya mampu menguasai ilmu tersebut dan dapat
mengapresiasikannya dalam kehidupan, kemudian bisa lulus dengan membanggakan
sehingga dapat menjadi anak-anak yang dapat memajukan diri sendiri,keluarga,
saudara,lingkungan,dan bangsa. Guru akan memberikan ilmu apapun yang ia miliki,
namun tidak meminta sepeserpun apa yang telah diraih oleh anak didiknya ketika
ia sukses. Tapi sangat disayangkan, saat ini rasa hormat terhadap seorang
pendidik semakin berkurang. Terlebih bila hal ini menyangkut UN.
Pada
masa-masa awal sekolah guru tidak henti membangun dan menyadarkan
siswa-siswanya terhadap rintangan yang akan dihadapinya beberapa tahun yang
akan datang. Guru terus membimbing, membina dan mengembangkan semangat serta
potensi anak didiknya untuk mempersiapkan diri menghadapi
kemungkinan-kemungkinan buruk dalam perjalanan meraih ilmunya. Namun amat disayangkan,
ketika seorang anak tetap lalai dan tidak mau berusaha walau berkali-kali
dirangkul oleh gurunya, guru dijadikan tersangka pertama dalam kegagalan ini.
Mungkin mereka lupa, bahwa masih ada kesadaran diri sendiri, orang tua,
saudara, teman-teman, dan juga lingkungan yang turut berperan penting dalam
kesuksesan seseorang. Jelas semuanya berperan, tidak hanya terfokus pada guru
dan sekolah saja.
Hal
yang selama ini dilupakan adalah bahwa guru juga hanyalah manusia biasa. Guru
tidak dapat merubah segala sesuatunya hanya dengan simsalabim, demikian pula
dengan kesuksesan si anak. Try out telah dilakukan berulang-ulang, soal-soal
latihan telah dikerjakan bersama, motivasi dan dorongan terus dilakukan,
transfer ilmu dengan berbagai materi dan praktek juga dilakukan. Namun tetap guru menjadi tersangka kegagalan
si anak tanpa melihat pada aspek lainnya.
Masalah
ini tidak akan selesai jika kita hanya melihat dari sisi negatif dan hanya
mampu menyalahkan tanpa melihat unsur-unsur positif. Alangkah lebih bijaknya
jika kita sama-sama kembali terus mempersiapkan diri dan mengingat kembali
setiap petuah yang telah diberikan. Tidak menyia-nyiakan berhari-hari yang
masih bisa dilalui sebelum menghadapi UN, karena setiap pihak bertanggung jawab
dalam hal ini. Pemerintah, sekolah, keluarga, dan kesadaran diri sangat
menentukan kemajuan dan kesuksesan tujuan sistem yang sudah ditetapkan.
Hal
lain yang masih menjadi penghambat yaitu skill. Jika kita menekankan seseorang
harus bisa terhadap hal yang tidak disukainya, akan menyulitkan anak tersebut
menguasai pelajaran tersebut. Sebagai solusi, kita lihat pendidikan di beberapa
negara luar yang lebih mengutamakan skill dari pada ijazah sehingga si anak sejak
dini telah memperoleh pendidikan untuk mengembangkan bakatnya serta dapat
sukses sesuai kemampuan dan minatnya sendiri tanpa tekanan, ketakutan, dan
paksaan. Jadi, jika kita tidak mampu menolak sistem yang telah ditetapkan,
marilah kita membantu menciptakan kesuksesan tujuan pendidikan itu sendiri demi
meningkatkan mutu generasi bangsa yang berjiwa jujur, cerdas, dan berakhlak
mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar